Long Distance Relationship - LDR. Who's find that arggggggh's acronym???
Saya tidak pernah berpikir bahkan tidak pernah
merencanakan bahwa kata-kata itu akan menjadi bagian hidup saya. Saya bukan
perempuan yang berpengalaman dalam hal in relationship. Bagi saya, yang
terpenting adalah dengan siapa dan bagaimana saya berhubungan. Bukan apa
hubungannya. Jadi saya tidak terlalu mempermasalahkan ketika dalam waktu yang
lama saya menjadi perempuan single & very happy. Hingga akhirnya saya
berhenti di orang yang tepat, Tapi tersandung dengan akronim rese itu. Yap, I
am the orde of LDR. Saya cuma mau bilang, ternyata menjalaninya lebih berat
dari apa yang pernah saya liat atau saya dengar. Hmm sepertinya saya terlalu
menyepelekan mereka.
Mungkin otak saya sedang on-off ketika menasehati seorang sahabat yang
juga pelaku LDR, ‘InsyaAllah LDR itu menguatkan Na”. Bukk, …berasa pukulan buat
diri sendiri.
Bukan tentang jarak, tapi menyatukan waktu.
Ya, laki-laki dan perempuan berbeda. Dengan kesibukan yang berbeda, sulit
mencari waktu luang satu sama lain. 8 jam bekerja dan ketika sampai dirumah
sudah setengah nyawa, yang biasanya bisa langsung nyusruk ke kasur sekarang mau
nggak mau harus mengumpulkan sisa tenaga hari ini demi satu sama lain. Kalau
perlu mengurangi jatah tidur malam karena saat itulah waktunya ada. Jangan
ngantuk, jangan ngantuk, kata saya. Pola hidup saya memang tambah aneh sejak
bekerja. Hanya bekerja, makan, dan tidur. Bahkan sekarang akhir pekan buat saya
bukan hari untuk refreshing. Tapi hari untuk tidur sebanyak-banyaknya.
Nggak
bisa begitu aja sekarang. Saya harus disadarkan dengan kemarahan, bahwa ada
seseorang yang harus saya perhatikan disana, yang selalu menunggu kabar atau
membutuhkan saya. Walau kadang saya merasa sia-sia ketika apa yang sudah saya
usahakan hari ini, harus berakhir dengan kata-kata, aku tidur duluan ya atau aku
pergi dulu ya. Maaf sayang.
Bilang maaf itu gampang lho.
Memaafkan juga gampang, apalagi bagi mereka yang saling mencintai. Makanya
saya benci kata maaf yang terlalu banyak. Bagi saya, kalau masih melakukan
kesalahan yang sama, nggak usah kebanyakan minta maaf, mungkin memang kita yang
harus membiasakan diri. Bodohnya, saya juga masih melakukan perihal maaf memaafkan
itu. Untuk hal yang sepele tapi mematikan. Komunikasi.
Saya benci mengatakan tidak
apa-apa atau semuanya baik-baik saja, sementara hati saya sebenarnya sedang
berperang melawan pikiran-pikiran jahat, “kalau kamu aku tinggal tidur atau
sedang sibuk, kamu masih bisa melakukan kesibukan dengan keluarga, teman, atau
apa dan siapalah disekitarmu. Tapi kalau kamu ninggalin aku, ya udah aku nggak
bisa apa2, ketemunya paling sama tv, laptop, hp, atau bantal,” kata saya
padanya. DALAM HATI. *Sigh......
Nyesek. That’s my LDR

Jadi kalau saya tidak dengannya.
Entahlah…anggap saja ini keegoisan saya sebagai perempuan yang mulai
jengah dengan kata LDR.
I feel so jet lag
I feel so jet lag
hehehe acie cie LDRan ...
BalasHapus